Well, post-Australia stay, we are still moving around between my hometown, Yogyakarta to my husband’s hometown, Surabaya, to Singapore and to Jakarta.
Hari ini kotbah Pdt Samuel Suwondo of GPdI Sosrowijayan bagus sekali. Cocok untuk bahan renungan.
Dari kecil, ortuku tidak mengharap aku juara. Mereka berpedoman: anak harus belajar membedakan mana yang baik, mana yang jahat. Alm guru SD kelas 6, Pak Pram (St H Pramana), juga mengajarkan hal yang sama. For me to be courageous enough to stand up for what I know is right meski dikeroyok orang banyak.
Dalam hidup, iblis pintar memasang jebakan. Perangkap tidak pernah kelihatan seperti perangkap bagi mereka yang akan dijebak. Perangkap dibuat lebih kuat daripada yang dijebak (biar tidak bisa lari).
1. Perangkap tikus
Trap of deceit, trap of lies – tikus tidak tahu kalau itu jebakan.
2. Perangkap katak dalam panci direbus
Trap of comfort
Kodok direbus pelan-pelan, tidak kerasa. Pertama airnya dingin, suam-suam, begitu mendidih ya sudah tidak ada tenaga untuk melompat.
Ini seolah-olah berbuat dosa tidak ada konsekuensinya. Semua berjalan baik, tetap diberkati, tetap hidup sehat. Berbuat salah namun tetap tidur dalam kenyamanan. Mereka akan mati terebus/terbuai dalam dosanya.
Contoh: Simson terlena Delilah
3. Perangkap labu
Trap of trends – perangkap kecenderungan untuk menerima yang tidak benar
Di India, labu dilempar ke bebek liar. Pertama takut, lama-lama tidak takut lagi. Jika bebek sudah terbiasa, labu dilubangi, dibuat topi untuk menyamar dan menangkapi bebek.
Dulu tabu, sekarang sudah biasa. Padahal ya tetap dosa. Dulu dosa, sekarang masih tetap dosa.
4. Perangkap pisang dalam toples
Perangkap kenikmatan dunia
Di Afrika pisang dimasukkan dalam toples untuk menangkap monyet.
Sebagai manusia, kita harus berprinsip teguh, jangan mudah dihasut dan digoda.
Tag:Christianity