Antara kamu, Yunisa KD, dan novel-novelnya

Es Krim dan Genetika

Yunisa KD • Jan 4, 19 • Coretan, Ulasan KulinerTidak ada Komentar

#30haribercerita

Haagen-Dazs Jepang

“Papa, aku mau es krim green tea!”

“Ini sudah malam,” sahutku dari tempat tidur. “Dingin, masa mau es krim?”

“Gak papa, di depan hotel kan ada vending machine es krim. Aku mau matcha lagi!”

Bisa-bisanya itu anak mengingat vending machine es krim di depan hotel.

“Mama, minta koin!” todongnya setelah mengenakan mantel dan sepatu.

Lalu keluarlah suami dan si sulung menembus dinginnya malam di Yokohama musim semi, menuju vending machine. Sementara aku menjaga adiknya yang sudah terlelap.

Demikian pula setiap melewati gambar ice cream cone, si sulung bersama bapaknya langsung berkata, “Mama, koin!”

Si sulung akan mengeluh kalau matcha ice cream tidak tersedia.

“Es krim green tea itu paling enak!” klaimnya ke kakek nenek.

Iya, Nak. Haagen dazs satu tube dua ratus ribu juga kamu habiskan sendirian dalam tiga kali makan.

Bapaknya memang penggila es krim. Glek, glek, dua porsi habis dalam hitungan kurang dari lima menit. Sebelum kawin, aku tahu dia suka es krim, tapi tidak separah itu. Eh ternyata ibu mertua juga sama, selalu es, tidak pernah minum yang panas-panas. Jadi ibu mertua – suami – anak mbarep.

Saat si sulung belum berusia setahun, aku kecolongan karena ibu mertua memberinya es krim. Dan saat dia sudah berumur dua, boleh konsumsi gula, anak itu suka sekali green tea Haagen dazs sepertiku, tapi dengan level bapaknya. Bayi ganas green tea.

“Tadi aku beli es krim sekalian,” suami melapor setelah volunteer keluar dari penginapan di Gunung Fuji yang masih bersalju.

#foodreview paling enak masih green tea si sulung.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Isian wajib ditandai *